Minggu, 16 Maret 2008

How Many Wrongs To Make It Right?


Judul di atas gue ambil dari tagline filmnya Jodie Foster, “The Brave One”. Entah kenapa akhir-akhir ini gue membuat banyak banget kesalahan. Parahnya lagi, kesalahan-kesalahan itu selalu berawal dan berujung pada hal yang sama. Gue nggak tahu apa gue yang terlalu bodoh atau memang enggan untuk belajar dari setiap kesalahan yang pernah gue perbuat. Ada pepatah bahwa keledai tak akan mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kalau hal itu benar, berarti gue lebih bego daripada keledai, karena jangankan dua kali, gue membuat kesalahan yang sama berulang-ulang. Gue lelah dengan ini semua. Sebenarnya kalau ada orang yang patut disalahkan atas semua ini, itu adalah gue sendiri. Tapi entah kenapa gue ingin sekali bisa menyalahkan orang lain, menudingkan jari tepat di depan wajah seseorang dan mengatakan dengan keras, “Ini semua salah kamu!” Rasanya begitu melegakan, walaupun gue tahu hal itu nggak akan pernah kejadian. Gue nggak tahu apalagi yang musti gue perbuat. Gue berharap bisa melarikan diri dari ini semua…

Rabu, 12 Maret 2008

Soundtrack Of My Life


Ada lagu-lagu tertentu yang mengingatkan gue pada satu masa dalam kehidupan gue. Lagu-lagu itu selalu membekas, seolah seperti berputar berulang-ulang di kepala gue, baik gue suka atau enggak. Lagunya Mocca, “Hanya Satu”, mengingatkan gue akan masa-masa akhir kuliah gue, waktu temen-temen gue mulai lulus satu-persatu dan meninggalkan Solo. Lagunya Nidji, “Hapus Aku”, menjadi soundtrack masa-masa gue berada di Bandung. Saat gue berada di Jakarta, ada beberapa lagu yang membekas di benak gue. Salah satunya, “Kekasih Gelap”-nya Ungu. Tahu kenapa? Temen kos gue yang satu lantai di atas gue pernah memutar lagu ini 100x dalam sehari! Akibatnya tiap kali denger lagu ini, gue jadi keinget ama masa-masa itu. Ada pula masa ketika gue kangen banget ama kampung halaman tiap kali gue denger lagu “Home”-nya Michael Buble. Lagu-lagu itu membawa kenangan tersendiri tiap kali gue denger, dan kenangan itu bertahan selamanya.

Selasa, 11 Maret 2008

How Life Can Be So Cruel


Malam ini, nyokap gue pergi ke rumah salah seorang muridnya, anak kelas 6 SD. Nyokap si bocah itu baru aja bunuh diri dengan cara menggantung dirinya sendiri. Hal itu pasti jadi pukulan berat buat si bocah. Apalgi saat-saat menjelang ujian akhir seperti ini. Melihat hal-hal seperti ini di sekitar gue, mau nggak mau gue bersyukur. Eventhough keluarga gue bukan keluarga yang sempurna dan banyak percekcokan disana-sini, gue nggak pernah mengalami kejadian seperti yang dialami bocah tadi. Gue cuma bisa berharap dia bisa tegar menerima kejadian ini.

Ayat-Ayat Cinta


Setelah lama mendengar liputannya di berbagai media, baik di koran, TV, atau internet, baru kemarin gue sempet nonton Ayat-Ayat Cinta (AAC) di bioskop. Komentar gue, bagoouuus. Film ini memiliki tema yang berbeda dengan film-film Indonesia yang beredar di pasaran (keyword: teenage, horror, romance). Film ini memang mengetengahkan mengenai romance namun berbeda dengan kebanyakan film-film Indo yang menceritakan romansa cinta di usia muda, AAC mengetengahkan tema cinta yang lebih dewasa. Film ini berkisah mengenai Fahri (Fedi Nuril), mahasiswa Indonesia yang kuliah di Univ. Al-Azhar di Cairo, Mesir, dalam perjalanan hidupnya untuk menemukan jodohnya yang sejati. Di situlah ia bertemu dengan 2 sosok wanita yang kemudian menjadi bagian paling penting dalam hidupnya, Aisha (Rianti R. Cartwright) dan Maria (Carissa Putri). Di antara jajaran cast, Fedi Nuril tampil outstanding. Walau karakter Fahri yang bila ditulis di atas kertas akan terlihat membosankan, Fedi berhasil memberikan nyawa bagi seorang Fahri yang religius namun terkadang bimbang dalam menentukan sikap yang harus diambilnya. Gue agak kurang sreg dengan penampilan Rianti. Jujur, menurut gue dia miscast sebagai Aisha. Carissa Putri malah lebih mencuri perhatian dengan aktingnya yang natural dan chemistry-nya yang lebih terasa dengan Fedi. Overall, menurut gue AAC cukup berhasil menyajikan jalinan cerita lika-liku kehidupan seorang Fahri dengan dibalut nuansa Islami yang kental. Tapi jangan salah paham. Film ini bukan hanya untuk penonton muslim saja. Sebagaimana judulnya, film ini bercerita mengenai cinta dan cinta adalah bahasa paling universal di muka bumi ini.

Jumat, 07 Maret 2008

What Will Happen Tomorrow?

Hari ini, sewaktu menggendong keponakan gue sambil memandang langit sore, gue jadi kepikiran. Kira-kira tahun depan, apa yang akan gue lakukan ya? Setahun yang lalu, tak terpikir sama sekali kalo gue akan menggendong keponakan gue di rumah, seperti sore tadi. Setahun yang lalu, gue masih sibuk dengan kerjaan di Jakarta dan keponakan gue belum lahir. Setahun yang akan datang, keponakan gue pasti udah bisa jalan, mungkin malah lari-lari, dan…apa ya yang akan gue lakukan? Apa gue udah dapat kerja? Atau gue mungkin ada di tempat lain? Atau kehidupan gue malah statis aja? Aaah, gue nggak tahu deh. Apapun, gue berharap yang terbaik aja…

Dejavu


Sometimes, gue berpikir eventhough Tuhan terkadang (terlihat) mengabaikan kita, sebenarnya tiap permintaan kita selalu dikabulkan olehNya. In most unexpected ways. Gue adalah tipe orang yang selalu melihat ke belakang. Gue nggak bisa menjalani hidup dengan lurus, menatap ke masa yang akan datang, dan berharap esok selalu lebih baik daripada kemarin. No, gue adalah tipe orang yang selalu mengenang masa lalu, berharap dan berdoa bahwa gue bisa kembali ke masa lalu. Well, you kniow what? I finally did it. Not literally, but in some ways, it make me feel kinda back in the past. Sorta dejavu, ngerti kan? Jadi hari ini gue pergi bersama salah seorang temen gue untuk memperbaiki mobilnya yang rusak, gue berasa mengalami dejavu. FYI, temen gue itu udah jarang gue temui hari-hari belakangan ini karena kesibukannya. Jadi saat menunggu teknisi memperbaiki mobilnya, gue baru nyadar kalo 3 tahun yang lalu, gue juga nganterin dia memperbaiki mobilnya. Di bengkel yang sama. Lucuya, topik pembicaraan kita saat ini juga nggak beda jauh dengan 3 tahun yang lalu. Dari situ gue berpikir, seandainya gue benar-benar bisa mengulang waktu, benar-benar bisa kembali ke masa lalu, mungkin gue juga nggak akan merasa bahagia-bahagia amat. At least, tidak lebih bahagia dibandingkan saat ini. Funny isn’t it? Kadang kita menginginkan sesuatu so bad, namun saat keinginan kita terkabul, kita menyadari bahwa sebenarnya keinginan kita itu tidak membuat kita lebih bahagia. Well, gue dapat 1 lagi pelajaran berharga hari ini. Syukurilah apa yang kamu miliki sekarang, bukan apa yang pernah kamu miliki atau apa yang akan kamu miliki.

Sabtu, 01 Maret 2008

Time To Say Goodbye


Hanya dalam beberapa jam, gue bakal ninggalin Jakarta. Tadi pagi gue udah ngepacking seluruh barang gue buat gue kirim ke Jawa. TV, motor, baju, everything deh pokoknya. Uuugh, sedih juga sih tapi that's fine lah. Gue kan masih bisa sering2 bisa balik ke sini lagi. Ampun deh, malam tanpa TV itu ternyata sepinyaaaa minta ampun. Akhirnya gue habiskan malam di kamar temen gue pinjem komputernya buat nulis blog ini. Mmm, setahun yang gue habiskan di kos ini dan bertemu orang-orang 'gila' yang jadi temen kos gue bener2 luar biasa. Ada yang seperti temen gue ini yang gondrong jorok dan suka menghabiskan waktu dengan neriakin tetangga2 lewat jendela lantai 2, penjaga kos gue, DJ Liem, dan orang-orang yang unik lainnya. Thanks, guys. My life will be so 'garing' if there's I'm not meet you all. Haah, besok Senin gue musti naik kereta pertama balik ke Solo.
Bye, Jakarta...

Selasa, 26 Februari 2008

Coincidence?


Malam Penganugerahan Academy Award baru saja usai digelar pada hari Minggu 24 Februari 2008. Yang mengejutkan, 4 penerima penghargaan utama untuk kategori akting berasal dari Eropa. Daniel Day Lewis (Irlandia) menerima penghargaan Aktor Utama Terbaik, Marion Cotillard (Perancis) untuk kategori Aktris Utama Terbaik, Javier Bardem (Spanyol) untuk kategori Aktor Pendukung Terbaik, dan Tilda Swinton (Skotlandia) untuk kategori Aktris Pendukung Terbaik. Memang sulit dipungkiri, keempatnya memberikan performa mengagumkan di film mereka masing-masing, terutama Daniel Day Lewis yang sudah diprediksi banyak media akan memenangkan penghargaan ini. Hanya saja patut dicermati, apakah ada hidden agenda dari penganugerahan Oscar kali ini. Gue terus terang nggak pernah percaya dengan yang namanya coincidence. Ingat dengan penganugerahan Oscar tahun 2002 lalu yang kental dengan isu rasisme? Saat itu Denzel Washington dan Halle Berry memenangkan Oscar untuk masing-masing Aktor dan Aktris Utama Terbaik. Menurut gue, Training Day bukanlah performa terbaik Denzel. Dia harusnya memenangkan Oscar 2 tahun sebelumnya lewat The Hurricane. Gue nggak tahu apakah hal ini hanya sekedar upaya mendongkrak rating atau terdapat alasan politis di balik itu semua. Atau mungkin juga memang ini hanya coincidence belaka, sebagai pertanda bahwa Hollywood dipenuhi dengan aktor-aktris berbakat berdarah Eropa. I don’t know. I just don’t believe in coincidence…

Disaster In Indonesia

Lagi-lagi Indonesia terkena bencana alam. Pada hari Senin, 25 Februari 2008, kemarin sekitar pukul 15 terjadi gempa sebesar 7,2 skala richter yang mengguncang Bengkulu. Dilaporkan bahwa getaran gempa terasa hingga di Padang. Oh God, lagi-lagi bencana. Salah apa ya manusia Indonesia ini? Padahal baru saja memasuki tahun 2008, bencana alam datang silih berganti. Mulai dari banjir di Jakarta, air pasang di jalur Pantura, sekarang gempa ini. Mari kita berdoa sama-sama supaya bencana ini segera berlalu.

My Baby


Pusing gue. Hari ini keponakan gue yang paling kecil masuk rumah sakit gara-gara muntaber. Gue udah bolak-balik rumah – rumah sakit 4 kali dalam sehari ini. Lima kali kalo yang tadi pagi juga diitung, waktu nungguin kakak ipar gue yang keguguran. Pusing ni, mana papanya keponakan gue lagi di Jakarta. Moga-moga aja keponakan gue nggak kenapa-kenapa.

Senin, 25 Februari 2008

Jatuh Cinta Lagi


Hari ini, gue jatuh cinta lagi setelah sekian lama. Gue bahkan nggak nyangka masih bisa ngrasain yang namanya jatuh cinta. Shit, gue nggak bisa berhenti mikirin dia...

Minggu, 17 Februari 2008

Requirement for Happiness: None


Tadi malam gue baru aja ngobrol-ngobrol n dinner ama temen gue. Dia baru ada acara keluarga di Ngawi dan sempet mampir di Solo bentar sebelum balik ke Jakarta. Jadi dia ngerasa hidupnya belum cukup lengkap. Pada beberapa kesempatan dia ngomong kalo sebenernya yang bikin batasan (persyaratan) untuk kebahagiaan seseorang adalah orang itu sendiri. Gue pikir bener juga ya apa kata dia. Apa sih sebenernya syarat untuk jadi bahagia? Kita seringkali berdoa memohon pada Tuhan macam-macam hal. Kesehatan, kekayaan, karier, jodoh. Apa iya kalo semua hal itu terkabul trus menjamin hidup kita happily ever after? Kita seringkali membuat banyak persyaratan untuk bahagia. Gue bakal bahagia kalo lulus kuliah tepat waktu. Gue bakal bahagia kalo bisa menikah sebelum usia 25. Gue bakal bahagia kalo dapet posisi manajer saat usia gue 30. Tapi daftar itu nggak akan ada habisnya dan kita nggak akan pernah bisa bener-bener bahagia. Apa sih sebenernya yang bener-bener kita perluin untuk jadi bahagia? Kalo gue liat, kehidupan petani jaman dahulu jauh lebih simpel. Mereka tak pernah memasang target terlalu muluk dalam hidupnya. Asalkan panenan mereka bisa menghasilkan, itu sudah cukup jadi alasan untuk bersukacita. Tau nggak, gue iri ama mereka. Kalo mereka bisa bahagia dengan kehidupan yang sederhana, kenapa manusia modern di kota besar selalu merasa haus akan kebahagiaan? Gue ingin belajar bersyukur atas semua yang gue miliki saat ini supaya gue bisa selalu berbahagia, dalam keadaan seperti apapun.

The Return


Oke, guys. Hari ini gue baru aja dapet 1 helluva experience. Pagi hari, rasanya semua barang yang gue punya ilang. Pertama, charger HP gue ilang. Padahal gue yaki banget tu charger ada di kamar, abis dipinjem ama sepupu gue. Kedua, waktu gue pengen masukin Mp3 dari komputer ke Ipod gue, kabel sambungannya (gue ga tau namanya sih; yah at least something like that-lah) ilang. Ketiga, ada beberapa bagian dari project naskah novel gue yang waktu gue cari-cari nggak ada di komputer gue. Padahal gue yakin banget udah nulis itu script. Gue berasa heran aja, kenapa hari ini banyak banget barang yang ilang dari gue yah. But nggak berapa lama, barang-barang itu gue temuin, di saat gue udah hopeless dan ngerelain tu barang ilang. Charger ponsel bisa dibeli lagi, kabel sambungan Ipod gue udah relain, sementara naskah...yah, apes-apesnya ya gue nulis lagi. But semuanya ketemu. Charger ternyata ada di bawah meja di kamar gue. Kabel sambungan ternyata ada di bag laptop gue karena bokap gue nggak sengaja masukin di situ, dan naskah itu...well, apparently gue nulis script itu di laptop gue dan belum gue pindahin ke komputer gue. Hahaha, pikun banget gue jadi orang. Trus gue udah mikir gini, jangan2 ini pertanda yah gue bakalan ketemu ma orang yg udah lama ga gue temuin. Eh ternyata bener. Barusan kenalan gue, mbak-mbak penjaga rental komik yang gue sering ke sana, sms gue. Waah, padahal kita udah setahun lebih nggak ketemu sejak gue pindah Jakarta. Next, gue punya feeling ada orang lagi yang bakal gue ketemu. Gue harap sih...hehehe

Senin, 11 Februari 2008

Happy Valentine, Dili


Dua hari lagi adalah Valentine Day. Hari Kasih Sayang yang (katanya) diperingati orang-orang seluruh dunia. Tapi apa yang terjadi di dunia akhir-akhir ini tidak mencerminkan kasih sayang sama sekali. Nggak usah jauh-jauh. Liat aja yang terjadi di negara tetangga bekas pecahan Indonesia, Timor Leste. Pagi kemarin terjadi penembakan terhadap presiden Ramos Horta dan disusul penyerangan terhadap PM Xanana Gusmao. Pemimpin penyerangan tersebut adalah mantan Mayor yang desertir, Alfredo Reinado. Reinado sendiri akhirnya tewas tertembak dalam insiden tersebut. Setidaknya 37 orang tewas dan 155.000 orang terpaksa mengungsi. Wow...Gue ngeliat interview dengan Reinado di Metro TV pada acara Kick Andy tahun 2007 silam (tayangan ulangnya ada kemarin malam). Gue nggak menyangka kalau orang yang gue liat itu adalah orang yang sanggup membuat kekacauan berdarah di suatu negara. Menjelang hari kasih sayang ini, kenapa masih banyak orang yang tidak memahami arti kasih sayang?

Jumat, 08 Februari 2008

Ada Apa Dengan Cinta (Laura) ?


Ya. Ada apa sih dengan Cinta Laura? Gue nggak abis pikir. Pertama, sebenernya there’s nothing wrong about her anyway. Dia cantik, indo, terjun di entertainment secara kebetulan, khas artis-artis pendatang baru deh pokoknya. Apa yang bikin dia beda dengan yang lain? Well, gue nggak perlu bilang juga kayaknya lu pada tau kan. Yang bikin dia sangat well-known nowadays adalah logatnya itu loh. Kayaknya semua udah pada tau deh cara ngomong Cinta Laura. Sebenernya gue rasa nggak baik mocking someone just by the way she speaks karena gue udah pernah ngalamin juga. Waktu gue tinggal di Bandung, gue nggak ngerti bahasa Sunda sama sekali. Waktu gue nyoba ngomong dalam bahasa itu, diketawain. Nah...nggak enak kan. Padahal sama-sama Indonesia. Lebih-lebih kalo kita ngalamin hal itu di negera lain. Tapi like it or not, cara ngomong Cinta Laura memang mengesankan kalo dia snob, yang membuat banyak orang jadi mengejeknya. Seperti juga cara ngomong Miler kalo bilang ‘gue-lu’ yang masih kaku. Well Cinta, kalo nggak pengen dijadiin bahan ejekan lebih banyak lagi, sebaiknya kamu perbaikin bahasa Indonesia kamu lagi ya.

Say Cheese


Hehehe, tadi sore sodara gue dari Jogja dateng. Bawain kue bakpia sukaan gue. Not just ordinary bakpia yang isinya kacang ijo, but bakpia keju sukaan gue. Bakpia Jogja biasanya isinya kacang ijo, cokelat, ma keju. Ada juga yang isinya nanas yang kayak bubuk padet gitu ma rasa durian juga. Nah, diantara macem-macem rasa itu gue paling demen yang rasa keju. Mmm...yummy deh. Ngomong-ngomong di kota gue, Solo juga ada bakpia yang terkenal loh. Namanya Bakpia Balong. Rasanya ada macem-macem tapi yang populer itu yang isi daging babi ma cokelat. Bakpia coklatnya di sini lebih kental daripada bakpia coklat di Jogja. Tapi karena ada daging babinya, bakpia ini lebih populer di kalangan warga keturunan Chinese dan non-Muslim.

To Be or Not To Be : Censorship In Indonesian Cinema


Kemarin gue liat di TV soal perdebatan antara MFI versus LSF mengenai sensor di perfilman Indonesia. Terus terang gue setuju banget dengan argumen dari pihak MFI. Lembaga sensor di Indonesia memang tidak terlalu berguna dalam menjalankan perannya. Agak rancu mengenai sensor di Indonesia, karena sebenarnya sudah ada pemberlakuan sistem rating,. Sensor yang dikenakan untuk film ber-rating Dewasa dengan film Semua Umur harusnya beda dong. Tapi memang ini Indonesia, bukan US dimana tiap orang yang ingin menonton film berating R ato NC-17 harus menunjukkan identitas. No, di sini tiap orang yang ingin nonton film bebas aja masuk bioskop selama mereka punya duit. Salah satu contoh, waktu gue nonton Quickie Express dulu. Jelas-jelas film itu ratingnya DEWASA, tapi nyatanya gue lihat banyak anak berseragam SMP ngeliat tu film. God, gue nggak tau deh kebijakan pengelola bioskop di Indo. Pantes aja Anwar Fuadi sewot kayak kebakaran jenggot gitu ngomongin soal moral (walopun gue curiga ada motif duit juga di balik itu). Maksud Mira Lesmana cs emang baik, tapi gue pikir masyarakat awam di Indo belum siap untuk itu. Satu kesalahan yang sering diperbuat orang-orang idealis adalah, keyakinan mereka bahwa tiap orang bisa menerima (dan menjalankan) ide-ide mereka dengan baik. Padahal tiap orang memiliki tingkatan persepsi yang berbeda. Apa yang dicita-citakan Dian Sastro pasti akan berbeda dalam pola pikir Mbah Sastro (Tetangga gue, pengamat perfilman Indonesia. Dari ‘Janur Kuning’ sampai ‘Kawin Kontrak, dia tau semua). Misal Miles punya komitmen bila sensor ditiadakan maka dia tak akan memproduksi film-film yang amoral, apakah produser-produser lain akan memiliki komitmen yang sama? Indo ini penuh dengan produser-produser film yang tahunya cuma cari untung aja loh. Contoh, saat film horor booming, rame2 bikin film horor. Tar kalo sensor ditiadakan, gue bisa bayangin di Indo penuh film esek2. Biayanya murah, bikinnya gampang, balik modalnya cepet. Gue rasa kalo Miles cs bener2 ingin mewujudkan idealismenya, bukan cuma mereka yang harus berjuang melainkan seluruh masyarakat perfilman Indo yang ada sekarang ini.

Kue Keranjang!



Tiap tahun baru Imlek tiba, selalu ada 1 jenis makanan yang gue tunggu-tunggu kehadirannya. Tau nggak apa itu? It’s Kue Keranjang! Yup, gue suka banget makanan manis ini. Tapi gue juga nggak suka kalo langsung dimakan gitu aja. Terlalu manis. Gue paling suka makan kue keranjang yang dipotong-potong terus dibaluri telur kocok trus digoreng deh. Jadi kayak martabak telur gitu. Mmm, yummy banget. Coba deh sekali-sekali. Gue juga nggak tau tradisi makan kue keranjang goreng telur ini dari mana. Pokoknya seinget gue, sedari gue masih kecil, gue udah makan camilan ini. Walopun gue bukan keturunan China dan nggak ngerayain taun baru Imlek, 50% warga kampung tempet gue tinggal adalah keturunan China. So otomatis tiap Imlek dateng, selalu dapet kiriman kue keranjang. Kadang-kadang ditambah mie panjang umur bikinan tetangga gue. Mmm, enak deh. So...Happy Chinese New Year yah. Gong Xi Fat Choi!

Fortune Cookies



Hari ini tahun baru Imlek. Let’s see apa yang dibilang peramal mengenai peruntungan gue di tahun tikus tanah ini. (Dikutip dari tabloid Bintang langganan nyokap gue). Oiya, FYI gue shio Babi.
Menurut Suhu Ong (Siapa ya? Gue juga nggak terlalu tahu sih. Tapi ngeliat namanya ‘Suhu’ mustinya sih meyakinkan):
Peruntungan datar-datar aja. Harus mengendalikan keuangan soalnya tahun ini bakal banyak pengeluaran. Ada kemungkinan perluasan usaha (Cari kerja aja nggak dapet-dapet, gimana mau ekstensifikasi usaha yah?). Rezeki cukup lancar tapi jangan boros. Dana yang ada lebih bagus untuk investasi. Oke, I get the point. Intinya jangan boros, jangan boros, jangan boros.
Menurut Jeni Kumala Dewi (Nah, yang ini gue tahu. Soalnya pernah liat acaranya di O Channel):
Persaingan ketat menghambat karier (Ini lagi. Gimana dengan pelajar, mahasiswa, atau orang dengan keadaan-keadaan tertentu tidak atau enggan untuk bekerja. Hallo? Adakah orang yang memikirkan kami?). Jangan mudah percaya pada teman-teman. Peluang jodoh bagi wanita cukup baik, tapi jangan kelamaan mengambil keputusan nanti keburu berubah pikiran (Hmmm, nggak dijelaskan apakah yang berubah pikiran dari pihak cewek atau cowoknya.). Penampilan cukup bagus karena dorongan untuk mengikuti tren sangat kuat (berarti taun ini gue harus KORMOD!). Agar menarik banyak orang sebaiknya pakai baju merah dipadukan dengan batu merah delima (Mmm, yeah. Sangat manjur. Siapa orang yang nggak mau ngeliat cowok aneh pake kaos merah menyala plus batu merah delima? God, gue bahkan belum pernah ngeliat batu merah delima.).
Oke, ramalan Suhu Ong lebih bisa gue terima walopun I have no idea who he is. Ramalan Jeni aneh. Mungkin gue bakalan kirim email aja ke acaranya. Khusus tanya soal batu merah delima itu. Gue penasaran...

Selasa, 05 Februari 2008

Not Another (Indonesian) Horror Movie


Heran gue. Hari gini juga para produser film Indo masih ngebet juga bikin film horor. Kayak Hantu Jembatan Ancol ini. Apa bagusnya sih? Liat trailernya aja udah bikin gue makin nggak selera buat nonton. I just dont get it. There’s nothing wrong with horror movie, selama dibuat dengan good taste dan hasilnya well done. Sama-sama film horor kalo dibandingin ama, taruh kata yang sama-sama baru, The Orphanage ya jauh dong. Sejauh ini film horor Indo yang gue suka baru Jelangkung 1 & 2, Bangsal 13, ma Pocong 2. Lainnya gue nggak tau deh. Khusus buat film-filmnya Koya Pagayo gue hindarin jauh-jauh. Bukannya bikin takut, malah bikin ketawa ngakak.

New Habit


Akhir-akhir ini gue punya kebiasaan baru. Sarapan ma mie instan merk ‘Shin Ramyun’. Nggak tau sih ni mie bikinan mana. Kalo ngeliat bahasanya sih Korea. Gue sebenernya ga gitu demen ma mie rebus, tapi khusus buat mie ini gue bikin perkecualian. Rasanya... sumpah, enaaaak banget. Mie instan lain lewat deh. Padahal sebenernya hari-hari ini gue bela-belain ngurangin porsi makan gue (perut gue dah ndut & celana gue udah ga muat lagi nih, sobs), tapi pokoknya ga ada acara sarapan tanpa mi ‘Ramyun’ ini deh.

Parental Guide Adviced


Akhir-akhir ini gue perhatiin orang-orang pada keranjingan ma Naruto. Huuu, telat lu pada. Gue udah suka Naruto sejak mulai edar di Indonesia diterbitin ma Elex, masih lebih telat sih dibandingin orang-orang Jepun sono yang udah baca Naruto duluan hehe. Anyway, gue lihat kok dari sekian banyak fans-nya di Indo sini banyakan anak-anaknya ya? Naruto bukan tayangan yang cocok buat anak-anak loh. Di Jepang sendiri, Naruto masuk kategori komik & tayangan untuk remaja. Tapi mindset-nya orang sini emang beranggapan kalau ‘kartun itu buat anak kecil’. Duh...ga mesti begitu kaleee. Crayon Shinchan nggak cocok buat anak-anak walopun tokoh utamanya anak kecil. Samurai X/Rurouni Kenshin jelas bukan tayangan anak-anak. Anak kecil mana ngerti sejarah era Bakufu di Jepang (kecuali anak itu sangat ngerti sejarah Jepang atau punya IQ 150 lebih atau apalah, you get the point right?). Bukan cuma Jepang. Amrik juga gitu. The Simpson contohnya. Mungkin perlu diterapkan pembatasan sistem rating yang lebih bagus lagi atau sosialisasi lebih mendalam pada orang tua mengenai tayangan kartun di TV.

Sabtu, 02 Februari 2008

I Don’t Get It


Tadi gue nemenin nyokap gue nonton sinetron sore favoritnya. Well, niat gue sih sebenarnya cuma mau nyante sambil makan lumpia & minum teh manis anget (enaaak, apalgi waktu gerimis gini). Baru 5 menit gue nonton udah mau ngakak. Masa ada cowok ngirimin surat ke calon pengantin ceweknya, ngabarin kalo si cowok nggak akan datang ke nikahan mereka. Kenapa ngakak? Karena si cewek buta. Jadi si cewek buta itu (Nirina yang maen. Kenapa dia maen sinetron, gue juga nggak tau) musti minta tolong si cowok satunya lagi, mantan pacarnya, buat bacain tu surat. Hmmm, masuk akal nggak sih?

Macet!

Masih tentang banjir, gue denger dari berita tentang orang-orang yang terjebak kemacetan di tol menuju bandara selama 24 jam. Gosh...24 HOURS?! Lucky I’m not 1 of them. Gue orang yang nggak sabaran. Kalo dalam perjalanan menuju bandara kejebak macet 1 jam aja, mood gue udah jadi jelek banget. Traffic jam buat gue adalah neraka. Gue benci traffic jam, perasaan claustrophobic karena terjebak di mobil dan nggak bisa bergerak ke mana-mana plus suara berisik klakson di sekeliling kita. Hate it hate it hate it hate it hate it! Banjir emang bikin susah. Untuk sementara waktu gue menghindari Jakarta. I’ll stay in my place.

Kalo Ujan Gerimis Aje...

Jakarta banjir lagi! Aah, itu mah basi. Tiap tahun juga gitu. Masih syukur tahun ini nggak (ato belom?) separah taun kemarin. Yang gue heran, dari taun ke taun kok nggak pernah ada kemajuan ya? Padahal gubernurnya udah ganti. Ngakunya tau solusinya. Tapi kok tetep banjir juga ya? Ah, tau deh. Bukan urusan gue masalah politik. Gue nggak ngerti. Kan udah ada yang pada pinter di atas. Sedikit sharing aja, taun 2007 kemarin, gue ngalamin banjir Jakarta terparah. Gue ada di kawasan Kelapa Gading. Tau dong ,banjir di sana kayak gimana. Gokil, man! Waktu itu air di dalam rumah udah selutut. Kalo di luar bisa ampe sepinggang dan sedada. Mana gue nggak bisa renang lagi. Mati deh gue kalo ampe hanyut. Saat itu yang gue rasain paling susah adalah air. Kalo soal makanan, udah deh. Tapi air bersih susah dicari. Mana air PAM juga mati. Hal kedua yang menyusahkan adalah komunikasi. HP gue nggak ada sinyal. Udah gitu karena listrik dimatiin, baterainya juga nggak bisa dicharge. Padahal gue mau ngabarin keluarga kalo gue baik-baik aja (walopun kalo dipikir waktu itu gue nggak, hikz). Yah, gue sih berharap persoalan banjir di Jakarta bisa diatasi, someday. Bisa nggak ya?

Funeral/Celebration


Wow. Itu reaksi pertama gue ketika denger mantan presiden RI, HM. Soeharto meninggal, hari Minggu, 27 Januari lalu. Just...Wow it’s huge, man. Gue tau gue seharusnya sedih atau gimana, but let’s be honest. Gimana lu bisa sedih atas kematian seseorang yang nggak lu kenal? I mean, yeah, I know him. Siapa sih orang yang menghabiskan masa kecil & remajanya di era 80/90-an di Indonesia yang nggak kenal Soeharto? Praktis fotonya ada di setiap sekolah di Indonesia. Dari madrasah di pelosok kampung ampe sekolah internasional paling elit sekalipun. But I barely knew him well so gue pikir, kecuali atas pertimbangan kemanusiaan, gue nggak bisa ngerasa sedih. Simpati iya, buat keluarga yang ditinggalkan. Tapi sedih, enggak. Gue rasa most of people in Indonesia berpikiran serupa. Tau nggak, besoknya, Senin 28 Januari, jalanan di Solo, tempat rombongan keluarga Soeharto akan lewat, dipenuhi sama orang yang menyambut. Mereka, dalam pandangan gue, nggak kelihatan sedih tuh. Cewek-cewek ABG yang juga ikutan nyambut malah berharap bisa ngeliat Panji, meski cuma sekilas :)