Minggu, 16 Maret 2008

How Many Wrongs To Make It Right?


Judul di atas gue ambil dari tagline filmnya Jodie Foster, “The Brave One”. Entah kenapa akhir-akhir ini gue membuat banyak banget kesalahan. Parahnya lagi, kesalahan-kesalahan itu selalu berawal dan berujung pada hal yang sama. Gue nggak tahu apa gue yang terlalu bodoh atau memang enggan untuk belajar dari setiap kesalahan yang pernah gue perbuat. Ada pepatah bahwa keledai tak akan mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kalau hal itu benar, berarti gue lebih bego daripada keledai, karena jangankan dua kali, gue membuat kesalahan yang sama berulang-ulang. Gue lelah dengan ini semua. Sebenarnya kalau ada orang yang patut disalahkan atas semua ini, itu adalah gue sendiri. Tapi entah kenapa gue ingin sekali bisa menyalahkan orang lain, menudingkan jari tepat di depan wajah seseorang dan mengatakan dengan keras, “Ini semua salah kamu!” Rasanya begitu melegakan, walaupun gue tahu hal itu nggak akan pernah kejadian. Gue nggak tahu apalagi yang musti gue perbuat. Gue berharap bisa melarikan diri dari ini semua…

Rabu, 12 Maret 2008

Soundtrack Of My Life


Ada lagu-lagu tertentu yang mengingatkan gue pada satu masa dalam kehidupan gue. Lagu-lagu itu selalu membekas, seolah seperti berputar berulang-ulang di kepala gue, baik gue suka atau enggak. Lagunya Mocca, “Hanya Satu”, mengingatkan gue akan masa-masa akhir kuliah gue, waktu temen-temen gue mulai lulus satu-persatu dan meninggalkan Solo. Lagunya Nidji, “Hapus Aku”, menjadi soundtrack masa-masa gue berada di Bandung. Saat gue berada di Jakarta, ada beberapa lagu yang membekas di benak gue. Salah satunya, “Kekasih Gelap”-nya Ungu. Tahu kenapa? Temen kos gue yang satu lantai di atas gue pernah memutar lagu ini 100x dalam sehari! Akibatnya tiap kali denger lagu ini, gue jadi keinget ama masa-masa itu. Ada pula masa ketika gue kangen banget ama kampung halaman tiap kali gue denger lagu “Home”-nya Michael Buble. Lagu-lagu itu membawa kenangan tersendiri tiap kali gue denger, dan kenangan itu bertahan selamanya.

Selasa, 11 Maret 2008

How Life Can Be So Cruel


Malam ini, nyokap gue pergi ke rumah salah seorang muridnya, anak kelas 6 SD. Nyokap si bocah itu baru aja bunuh diri dengan cara menggantung dirinya sendiri. Hal itu pasti jadi pukulan berat buat si bocah. Apalgi saat-saat menjelang ujian akhir seperti ini. Melihat hal-hal seperti ini di sekitar gue, mau nggak mau gue bersyukur. Eventhough keluarga gue bukan keluarga yang sempurna dan banyak percekcokan disana-sini, gue nggak pernah mengalami kejadian seperti yang dialami bocah tadi. Gue cuma bisa berharap dia bisa tegar menerima kejadian ini.

Ayat-Ayat Cinta


Setelah lama mendengar liputannya di berbagai media, baik di koran, TV, atau internet, baru kemarin gue sempet nonton Ayat-Ayat Cinta (AAC) di bioskop. Komentar gue, bagoouuus. Film ini memiliki tema yang berbeda dengan film-film Indonesia yang beredar di pasaran (keyword: teenage, horror, romance). Film ini memang mengetengahkan mengenai romance namun berbeda dengan kebanyakan film-film Indo yang menceritakan romansa cinta di usia muda, AAC mengetengahkan tema cinta yang lebih dewasa. Film ini berkisah mengenai Fahri (Fedi Nuril), mahasiswa Indonesia yang kuliah di Univ. Al-Azhar di Cairo, Mesir, dalam perjalanan hidupnya untuk menemukan jodohnya yang sejati. Di situlah ia bertemu dengan 2 sosok wanita yang kemudian menjadi bagian paling penting dalam hidupnya, Aisha (Rianti R. Cartwright) dan Maria (Carissa Putri). Di antara jajaran cast, Fedi Nuril tampil outstanding. Walau karakter Fahri yang bila ditulis di atas kertas akan terlihat membosankan, Fedi berhasil memberikan nyawa bagi seorang Fahri yang religius namun terkadang bimbang dalam menentukan sikap yang harus diambilnya. Gue agak kurang sreg dengan penampilan Rianti. Jujur, menurut gue dia miscast sebagai Aisha. Carissa Putri malah lebih mencuri perhatian dengan aktingnya yang natural dan chemistry-nya yang lebih terasa dengan Fedi. Overall, menurut gue AAC cukup berhasil menyajikan jalinan cerita lika-liku kehidupan seorang Fahri dengan dibalut nuansa Islami yang kental. Tapi jangan salah paham. Film ini bukan hanya untuk penonton muslim saja. Sebagaimana judulnya, film ini bercerita mengenai cinta dan cinta adalah bahasa paling universal di muka bumi ini.

Jumat, 07 Maret 2008

What Will Happen Tomorrow?

Hari ini, sewaktu menggendong keponakan gue sambil memandang langit sore, gue jadi kepikiran. Kira-kira tahun depan, apa yang akan gue lakukan ya? Setahun yang lalu, tak terpikir sama sekali kalo gue akan menggendong keponakan gue di rumah, seperti sore tadi. Setahun yang lalu, gue masih sibuk dengan kerjaan di Jakarta dan keponakan gue belum lahir. Setahun yang akan datang, keponakan gue pasti udah bisa jalan, mungkin malah lari-lari, dan…apa ya yang akan gue lakukan? Apa gue udah dapat kerja? Atau gue mungkin ada di tempat lain? Atau kehidupan gue malah statis aja? Aaah, gue nggak tahu deh. Apapun, gue berharap yang terbaik aja…

Dejavu


Sometimes, gue berpikir eventhough Tuhan terkadang (terlihat) mengabaikan kita, sebenarnya tiap permintaan kita selalu dikabulkan olehNya. In most unexpected ways. Gue adalah tipe orang yang selalu melihat ke belakang. Gue nggak bisa menjalani hidup dengan lurus, menatap ke masa yang akan datang, dan berharap esok selalu lebih baik daripada kemarin. No, gue adalah tipe orang yang selalu mengenang masa lalu, berharap dan berdoa bahwa gue bisa kembali ke masa lalu. Well, you kniow what? I finally did it. Not literally, but in some ways, it make me feel kinda back in the past. Sorta dejavu, ngerti kan? Jadi hari ini gue pergi bersama salah seorang temen gue untuk memperbaiki mobilnya yang rusak, gue berasa mengalami dejavu. FYI, temen gue itu udah jarang gue temui hari-hari belakangan ini karena kesibukannya. Jadi saat menunggu teknisi memperbaiki mobilnya, gue baru nyadar kalo 3 tahun yang lalu, gue juga nganterin dia memperbaiki mobilnya. Di bengkel yang sama. Lucuya, topik pembicaraan kita saat ini juga nggak beda jauh dengan 3 tahun yang lalu. Dari situ gue berpikir, seandainya gue benar-benar bisa mengulang waktu, benar-benar bisa kembali ke masa lalu, mungkin gue juga nggak akan merasa bahagia-bahagia amat. At least, tidak lebih bahagia dibandingkan saat ini. Funny isn’t it? Kadang kita menginginkan sesuatu so bad, namun saat keinginan kita terkabul, kita menyadari bahwa sebenarnya keinginan kita itu tidak membuat kita lebih bahagia. Well, gue dapat 1 lagi pelajaran berharga hari ini. Syukurilah apa yang kamu miliki sekarang, bukan apa yang pernah kamu miliki atau apa yang akan kamu miliki.

Sabtu, 01 Maret 2008

Time To Say Goodbye


Hanya dalam beberapa jam, gue bakal ninggalin Jakarta. Tadi pagi gue udah ngepacking seluruh barang gue buat gue kirim ke Jawa. TV, motor, baju, everything deh pokoknya. Uuugh, sedih juga sih tapi that's fine lah. Gue kan masih bisa sering2 bisa balik ke sini lagi. Ampun deh, malam tanpa TV itu ternyata sepinyaaaa minta ampun. Akhirnya gue habiskan malam di kamar temen gue pinjem komputernya buat nulis blog ini. Mmm, setahun yang gue habiskan di kos ini dan bertemu orang-orang 'gila' yang jadi temen kos gue bener2 luar biasa. Ada yang seperti temen gue ini yang gondrong jorok dan suka menghabiskan waktu dengan neriakin tetangga2 lewat jendela lantai 2, penjaga kos gue, DJ Liem, dan orang-orang yang unik lainnya. Thanks, guys. My life will be so 'garing' if there's I'm not meet you all. Haah, besok Senin gue musti naik kereta pertama balik ke Solo.
Bye, Jakarta...